Posts

SERENADE PAGI | Puisi Angga Wijaya

Image
  Di toko modern, penyair itu memesan kopi. Dia bangun dini hari, ingin menikmati pagi Jalanan gelap, lampu-lampu dipadamkan. Pengemudi memacu kencang kendaraan. Tadi dia sempat merapikan buku-bukunya. Hendak dijual semua untuk penuhi hidup. Istrinya tak suka ia mencintai buku-buku Tak mendatangkan uang tidak berguna Dia suka kalau penyair itu banyak menulis Perlu membaca jika ingin mewujudkan itu. Logika sering memusuhi perasaan penyair Membuat mereka sering berselisih paham. Penyair itu ingin berpisah dengan istrinya Istrinya menolak tidak mau meninggalkan Ada yang mesti diperjuangkan selama ini Pergi bukan jawaban yang bijaksana kini Mereka hanya perlu memperbaiki cinta Memahami bahwa semua akan baik saja. Di meja ia teringat istrinya masih terlelap Dibelinya roti coklat juga susu lalu pulang 2023 [Photo by Annie Spratt on Unsplash ]  

[Pojok] Menceracau di Media Sosial

Image
  Media sosial kini menjadi permainan yang mengasyikkan bagi kebanyakan orang, termasuk para penulis. Menjadi wadah ekspresi tempat berbagi pemikiran dan karya, melalui tulisan pendek dan panjang atau sekadar status yang hanya terdiri dari beberapa kata atau kalimat. Ruang interaktif yang menjadi ciri khas media ini membuat setiap tulisan bisa dikomentari pengguna lain menghadirkan suasana yang hampir mirip dengan kehidupan nyata. Bahkan, Hiperrealitas, meminjam istilah seorang pemikir. Saya perhatikan, beberapa kawan penulis yang aktif di media sosial juga aktif menghasilkan karya misalnyamenulis buku. Awalnya saya berasumsi media sosial menjadi godaan besar penulis, karena bisa menyita waktu produktif dengan saling berbalas komentar atau terlibat dalam diskusi dan obrolan tentang sebuah isu atau fenomena yang hangat di masyarakat. Namun, tak semua penulis gemar menggunakan media sosial, ada juga yang menghindarinya.   Bagi penulis yang jeli dan cerdas, media sosial bisa jadi me

[Puisi] Hujan Berhenti Saat Kita Sampai

Image
Selepas hujan, kita tiba di tujuan. Desa telah lama menjadi kota, petani tinggal sedikit, gontai menuju sawah-sawah terakhir. Turis tak berbaju melaju kencang di jalan, kemerdekaan yang tak dirasa di negerinya.Berselancar di pantai yang kini sepi sekali. Burung kudengar berkicau, di kabel listrik tak beraturan, pemandangan biasa negara dunia ketiga. Banyak hal yang masih kusut dan semrawut. Kita berselisih tentang hujan, sementara air menerjang dari mobil  sebelah, basahi baju seragam yang baru tadi kau setrika rapi. Mesin absen kabarkan keterlambatan, itu artinya ada uang yang akan dipotong. Aturan adalah kesepakatan, walau kau pulang telat. Kusut dan berdebu, rambutmu berbau abu. Aku masih mencintaimu, seperti pertama bertemu. Percaya cinta berujung bahagia.   2021   [Angga Wijaya] Gambar diambil dari Pixabay 

Membuang Sampah Pikiran dan Perasaan Pada Tempatnya

Image
Ketika bertemu dengan saudara, kerabat atau sahabat, aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah mengobrol, tentang banyak hal sesuai dengan minat dan kondisi kita. Janji bertemu di warung kopi, restoran, hotel atau hanya di beranda rumah dan kamar kontrakan menjadi sangat ditunggu. Sering kali, tanpa kita sadari, waktu satu, dua bahkan hingga berjam-jam kita habiskan untuk sekadar “melepas penat” setelah beberapa waktu didera kesibukan pekerjaan sehingga membutuhkan penyegaran batin. Mengobrol menjadi aktivitas mengasyikkan; ada beban yang terlepas saat seseorang melakukan percakapan tentang keadaan diri. Tak sedikit juga membicarakan sesuatu di luar diri: “ngomongin orang lain”; teman kerja, istri, suami, anak dan subjek lainnya. Secara tak sadar, mengobrol kemudian jatuh pada pergunjingan, gosip yang konon “makin digosok makin sip”. Bahkan, seakan-akan kita menjelma menjadi manusia yang paling suci, baik dan tak tercela. Orang lain paling buruk, jahat, selalu kurang di mata kita

Konsumsi Media dan Kecemasan di Masa Pandemi

Image
                                                                   Sumber foto: freepik.com via id.pinterest.com Merebaknya wabah Corona atau yang dikenal dengan Covid-19 tak hanya meruntuhkan sendi-sendi ekonomi tapi juga kondisi mental masyarakat yang ditandai meningkatnya kecemasan yang dialami. Dilansir dari Tribun Bali, Sabtu 28 Maret 2020 di Bali sejak adanya wabah covid-19 ini, jumlah konseling ke psikiater yang berkaitan dengan kecemasan terhadap virus ini bertambah. Menurut I Gusti Rai Putra Wiguna, Psikiater RSUD Wangaya, Denpasar tidak hanya ketakutan terhadap wabah virus tersebut yang membuat masyarakat cemas, melainkan dampak ekonomi yang berpotensi menimbulkan depresi. Sejak wabah virus Corona ini merebak di Indonesia, sedikitnya ada 20 pasien yang telah ia tangani karena mengalami kecemasan berlebih akan wabah Corona   Wiguna yang membuka konseling psikososial secara online dan gratis bersama Komunitas Teman Baik, sebuah komunitas kesehatan mental di Denpasar men

Kerinduan Doa-doa

Image
                                                                           Sumber foto: id.pinterest.com Kudengar doa mengalun Dari pura sebelah rumah Kabarkan rindu kampung Puluhan tahun lalu berlalu Kutinggalkan dan kulupa   Untuk apa bertahan di kota Jika pekerjaan tak ada lagi Pandemi sudahi semuanya Pantai kini sepi, kota seakan mati, tragedi belum juga usai   Kesunyian aku rasakan di hati Seperti surat pemutusan kerja Kubaca dengan rasa putus asa Harapan kurasa tak ada lagi Lari atau hadapi kenyataan   Ada yang mengajakku berdoa Mengadu pada pemilik hidup Telah lama aku tak percaya Menghamba pada logika Tak membuatku bahagia   Aku pulang dengan keharuan Banyak kenangan yang datang Kerinduan itu lamaterpendam Kuperam dalam hangat jiwa Seperti sebuah doa-harapan   Denpasar, 24 Juni 2020, 21:29 WITA

Mengenali Diri Sendiri, Upaya Cegah Pengangguran

Image
Tingginya angka pengangguran di Bali menjadi persoalan tak hanya bagi pemerintah, namun juga pelaksana pendidikan, seperti sekolah dan universitas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pada tahun 2017 jumlah pengangguran di Bali sebanyak 36.143 orang, dan angka tertinggi ditempati kota Denpasar yakni 13.556 orang. Denpasar sebagai ibu kota provinsi Bali menjadi kota tujuan migrasi tak hanya dari kabupaten/kota lain di Bali, namun juga dari provinsi lain seperti Jawa Timur, NTB dan NTT. Pemerintah provinsi Bali dan kota Denpasar sejatinya telah melakukan terobosan dan program untuk mengurangi pengangguran dengan mengadakan job fair yang diadakan sekali atau dua kali dalam setahun dengan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Bali namun upaya tersebut tampaknya belum mampu menekan angka pengangguran. Menjadi pertanyaan kenapa langkah pemerintah tersebut belum bisa menekan angka pengangguran. Job Fair atau pameran bursa kerja, sebagai mana tujuan